Selamat malam, Kamu yang sudah lama menghilang dari benakku.
Ucapkan selamat padaku yang telah dengan susah payah berhasil melenyapkanmu dari pikiran dan (sepertinya) hatiku.
Ucapkan selamat padaku yang telah sukses tidak merasakan cekat di tenggorokan itu lagi saat kembali membaca tulisan-tulisanku tentang kamu.
Namun, tepuk lembut pundakku untuk suatu hal yang tidak pernah kumau dan kuduga sebelumnya; kembali menemukanmu.
Aku benci fakta bahwa aku tanpa sengaja menemukanmu dalam kemayaan ini. Aku benci.
Detik-detik yang kulalui tanpa hadirnya kamu sekelebatpun dalam pikirku, membuat aku dengan lantangnya memproklamirkan diri telah lepas dari jerat bayang-bayang semu milikmu.
Apa kamu tau, kita pernah sekali waktu tanpa sengaja bertemu, dan bahkan hampir bertabrakan?
Tidak. Sepertinya kamu tidak tau. Mungkin juga kamu pura-pura tidak tau.
Saat itu aku terdiam. Aku, seorang yang penuh spontanitas, entah bagaimana benar-benar tak melakukan suatu hal apapun kecuali terus melangkahkan kaki tanpa berteriak bahkan memanggil namamu dalam ke-spontan-an.
Sungguhkah aku hebat?
Hebat karena berhasil terus melangkahkan kakiku tanpa meluncur sepatah katapun dari mulutku yang berhubungan denganmu?
Kemarin, dalam ketaksengajaanku, aku kembali menemukanmu. Kali ini di luar realita. Kutemukan sosok dirimu dalam lini maya ini. Ya, aku tak salah tulis. Maya. Kaget? Terkejut? Tentu saja.
Coba tebak apa yang kulakukan saat detik aku temukan nama dan gambaran wajahmu?
Lagi lagi, sayangnya, aku terdiam.
Wanita penuh spontanitas macam aku terdiam.
Dan kemudian memang hasrat ingin tauku tak dapat terbendung lebih lama.
Lagi lagi, kamu buat aku terkejut.
Kembali kutemukan fakta baru tentang kamu, yang ternyata, mempedulikanku. Dahulu.
Dahulu.
Artinya?
Ya, telah lalu.
Tak terjadi lagi sekarang.
Ah, sudahlah. Untuk apa kupikirkan kembali hal-hal seperti itu?
Aku sudah cukup bahagia dengan hidupku sekarang. Yang jauh dari bayanganmu yang kerap menggangguku. Jauh dari segala harapan-harapan yang kuciptakan sendiri untuk menyayat luka di hati. Untuk membunuh perasaanku terhadapmu. Yang kembali kutegaskan kini, telah benar-benar terbunuh.
Hei, Kamu.
Jangan kembali lagi padaku dengan cara yang seperti itu, ya?
Aku tak suka caramu mengingatkanku akan hal-hal yang kulupakan dengan sukarnya.
Caramu licik. Tak berani menghadapku langsung.
Jika ada kali lain, coba pertemukan cara yang kamu lakukan di belakangku dengan wajahku. Mungkin aku akan menyukainya.
No comments:
Post a Comment
Thanks for stopping by. You seem nice. You are welcome to leave any comments here.