Halooo khalayak ramai! Hehe maaf yaa akhir-akhir ini jarang ngeblog, abisan tugas kuliah manja banget nggak mau ditinggal. Tapiii tenang aja, karena di blogpost yang ini, aku mau mengulas satu topik yang berkaitan dengan blogpost-ku sebelumnya, yaitu perihal copas.
Ngomongin soal copas, pasti ada yang pro dan yang kontra. Nah, bisa dibilang aku ini masuk ke golongan yang kontra, alasannya apalagi kalau bukan karena aku pernah merasakan menjadi korban pen-copas-an dari pelaku yang tidak bertanggung jawab. Tapi, kita nggak boleh menutup mata dan telinga dengan hanya mendengarkan dari satu sisi saja. Kita juga harus menerima pendapat dari sisi yang lain, yaitu sisi pro. Masih ingat kan, sama blogpost-ku yang berjudul PEDE = Percaya (sama) Diri (sendiri)? Ternyata nih, salah seorang temanku (yang bercakap-cakap lewat sms sama aku di postingan itu), baca blogpost itu dan dia nggak setuju sama postinganku. It's okay, aku malah nyuruh dia buat bikin satu blogpost balasan yang menjawab postingan punyaku. Tapi masalahnya dia nggak punya blog :/
Jadiiii, jalan keluarnya adalah dia nulis pendapatnya dan dikirim melalui email. Di sini, aku akan ngepost pemikirannya dia mengenai copas. Mohon diingat ya, semua yang ada di blog ini adalah pendapat tanpa ada niatan untuk menyinggung atau menyakiti perasaan siapapun. Tapi kalau ada yang tersinggung aku minta maaf, yaaa namanya juga pendapat. Ambil yang baik, buang yang buruk, dan jangan ditelan mentah-mentah, kawan. :))
So, here it is: Mengapa Kita Copas?
Thursday, April 24, 2014
Tuesday, April 15, 2014
Kalau Aku Memperlakukanmu Seperti Kamu Memperlakukanku, Kamu Akan Membenciku
Sebelumnya, maaf karena judul post kali ini yang kepanjangan.
Post yang ini kurang lebih sama kayak post yang kutulis tahun 2009-2011an. Maksudnya, blogpost kembali kufungsikan sebagai buku harian, a diary of an introvert girl. Hmm, kalian yang udah tau blog ini sejak lama pasti nggak asing sama kalimat barusan yang mana adalah judul blogku di jaman bahula.
So, karena post yang ini adalah post diary, bahasanya (mungkin) bakalan semrawut dan sepinginnya aku nulis. Tapi tetep kuusahain tertata, kok. Maafin yaa kalau ada beberapa yang nggak ngerti sama maksud kalimatku dan lain-lainnya. Habisan aku nggak tau harus ngungkapin semuanya ke siapa lagi. Yah kalian taulah, I write cause nobody listens.
Jadi, kalau kalian nyasar ke blogpost ini dan nggak pingin baca buku hariannya aku, nggak apa-apa kok. Aku cuman lagi buntu aja kebanyakan pikiran. Mending kalian baca blogpostku yang lain aja hehehe.
Post yang ini kurang lebih sama kayak post yang kutulis tahun 2009-2011an. Maksudnya, blogpost kembali kufungsikan sebagai buku harian, a diary of an introvert girl. Hmm, kalian yang udah tau blog ini sejak lama pasti nggak asing sama kalimat barusan yang mana adalah judul blogku di jaman bahula.
So, karena post yang ini adalah post diary, bahasanya (mungkin) bakalan semrawut dan sepinginnya aku nulis. Tapi tetep kuusahain tertata, kok. Maafin yaa kalau ada beberapa yang nggak ngerti sama maksud kalimatku dan lain-lainnya. Habisan aku nggak tau harus ngungkapin semuanya ke siapa lagi. Yah kalian taulah, I write cause nobody listens.
Jadi, kalau kalian nyasar ke blogpost ini dan nggak pingin baca buku hariannya aku, nggak apa-apa kok. Aku cuman lagi buntu aja kebanyakan pikiran. Mending kalian baca blogpostku yang lain aja hehehe.
Friday, April 11, 2014
PEDE = Percaya (sama) Diri (sendiri)
Di suatu ketika, dalam kamar kos ala anak teknik yang awut-awutan rapih tak terkira, terbitlah sebuah percakapan melalui SMS dengan salah satu temen...
Dari perbincangan yang bisa dibilang nyerempet debat tapi tetap tidak mengganggu asas pertemanan itu tadi *halah*, aku jadi kepikiran beberapa orang yang suka copas, alias copy-paste.
Menurutku, mereka yang lebih suka melakukan adegan tidak senonoh dalam panggung kehidupan ini dengan menjalankan aksi copy dan paste karya seseorang, punya beberapa kemungkinan mengapa mereka melakukannya.
PERINGATAN: Tulisan ini bukan buat nyindir siapapun loh ya, mau ceritain pengalaman aja sih. Ntar takutnya malah ada yang kesindir lagi.
Eh tapi kalau kesindir berarti emang gitu, iye gak? *kedip manjah*
Temen: Lagi di mana nih?Aku: Biasalaaah, di mana lagi kalau bukan di kosan.Temen: Wuahahaha, ngapain? Ngaplo lagi?Aku: Nggak lah, ngerjain tugas nih sob.Temen: Tugas apaan?Aku: Jurnalistik nih, disuruh nulis tentang kuliner gitu.Temen: Cocok banget tuh sama kamu. Copas aja laaah, modif dikit, potong paragrafnya, sambungin kalimatnya.Aku: Heh, aku anti copas kaliiiik. Lagian cara nulisnya orang beda banget sama cara nulisku.Temen: Aku malah selalu copas dari senior.Aku: Wah, aku ga bisa sob kalau copas-copas. Selalu ga sreg sih. Dan aku terlalu pede untuk ngopas punya orang, karena bagiku tulisankulah yang paling bagus :DTemen: Tapi kudu mikir dulu kan. Kalau aku copas-edit, 10 menit kelar.Aku: Waaaah berarti kita beda prinsip coy~Temen: Hehehe tapi kan lebih efektif dan efisien.Aku: Haha aku orangnya nggak gampang percayaan sih.
Dari perbincangan yang bisa dibilang nyerempet debat tapi tetap tidak mengganggu asas pertemanan itu tadi *halah*, aku jadi kepikiran beberapa orang yang suka copas, alias copy-paste.
Menurutku, mereka yang lebih suka melakukan adegan tidak senonoh dalam panggung kehidupan ini dengan menjalankan aksi copy dan paste karya seseorang, punya beberapa kemungkinan mengapa mereka melakukannya.
PERINGATAN: Tulisan ini bukan buat nyindir siapapun loh ya, mau ceritain pengalaman aja sih. Ntar takutnya malah ada yang kesindir lagi.
Eh tapi kalau kesindir berarti emang gitu, iye gak? *kedip manjah*
Wednesday, April 9, 2014
The Cowboy Burger: Burger-nya Koboi
Di zaman yang udah canggih kayak gini, kita nggak perlu repot-repot pergi ke Amerika dulu buat nyicipin makanan khas negeri Paman Sam itu. Tinggal mampir ke mal-mal atau pergi ke resto fast food terdekat, pasti udah langsung nemuin berbagai macam makanan cepat saji ala Amrik. Salah satunya yang jadi favorit adalah Burger, roti yang ditumpuk dengan daging, selada, tomat, dan sentuhan mayones serta saos. *ngiler*
Nah, salah satu kedai yang spesialisasinya menjual burger adalah The Cowboy Burger. Di Surabaya, kedai ini (untuk sementara) hanya tersedia di dua mal, Tunjungan Plaza (TP) dan East Coast Pakuwon City. Di TP, The Cowboy Burger terletak di lantai 5 TP 1, tepatnya di Studio Food Court. Kebetulan kemarin aku nyobain yang di TP nih.
Nah, salah satu kedai yang spesialisasinya menjual burger adalah The Cowboy Burger. Di Surabaya, kedai ini (untuk sementara) hanya tersedia di dua mal, Tunjungan Plaza (TP) dan East Coast Pakuwon City. Di TP, The Cowboy Burger terletak di lantai 5 TP 1, tepatnya di Studio Food Court. Kebetulan kemarin aku nyobain yang di TP nih.
Kedai The Cowboy Burger di Tunjungan Plaza Surabaya |
Awalnya aku nggak tau kalau ada kedai yang khusus menjual burger kayak The Cowboy Burger ini. Jadi ceritanya, kemarin waktu aku jalan-jalan bareng temen di TP, salah satu temenku nyeletuk, "Eh, Nin! Lumayan nih!" sambil nunjuk ke arah banner iklan gede yang bertuliskan, "Paket hemat, Deal 50: Hanya 50ribu berdua." Sebagai anak kos sejati, siapa yang nolak kalau ada paket hemat? :D
Sunday, April 6, 2014
Ngobrol Asik Tanpa Terusik (Gadget)
Halooo! Udah lama nih nggak curhat di blog ini huehe. Maapin yaa karena tugas bejibun dan tiap hari minta ketemu mulu, jadi nggak sempat nengokin blog yang udah berdebu ini. :( *sapuin blog*
Anyway, barusan aku jalan nih sama seorang temen lama. Aku hampir lupa kalau ternyata dia juga menimba ilmu di kota rantau yang sama kayak aku. Singkat cerita, gara-gara chat fesbuk yang lupa nggak aku off-in, dia nyapa dan akhirnya janjianlah kita buat ketemu dan bagi-bagi cerita.
Biasanya nih ya, kalau kita ketemu sama temen yang udah lama nggak ketemu, seringnya kita nggak tau harus mulai obrolan dari mana. Canggung, nggak bisa langsung ceplas-ceplos, dan banyak deh ke-kikuk-an lainnya. Tapi, dengan temenku yang satu ini, perasaan kayak gitu berasa sirna. Nggak ada tuh yang namanya canggung, apalagi sampe awkward silence. Begitu ketemu di depan pagar kosan aja langsung haha hihi.
Nah, kalian pernah nggak sih, jalan sama temen (entah yang udah lama ketemu maupun yang biasa ketemu sehari-hari), trus pas kamunya ngobrol malah dicuekin sama temenmu yang asik mainan hengpon atau gadget lainnya? Beuh, aku sering tuh ngalamin yang kayak gitu. Kadang nih ya, aku udah cerita panjang lebar eh taunya cuman direspon, "Gimana gimana? Aku nggak fokus nih hehe.." YAIYALAH GIMANA MAU FOKUS WONG FOKUSMU KE LAYAR GEJET! #SoriCapslockJebol #MakluminLagiEmosi
Kamu kamu yang sering ngalamin kejadian kayak gitu pastinya kesel banget dong. Gimana nggak kesel, kita udah mangap-mangap sampe berbusa eh taunya yang diajak ngomong malah nggak perhatiin muka kita, apalagi merhatiin cerita. Mata lawan bicara malah tertuju ke layar hengpon. Lama-lama hengpon dia ditaruh di jidat kita juga nih, biar kalau kita ngomong diperhatiin. Hih.
Anyway, barusan aku jalan nih sama seorang temen lama. Aku hampir lupa kalau ternyata dia juga menimba ilmu di kota rantau yang sama kayak aku. Singkat cerita, gara-gara chat fesbuk yang lupa nggak aku off-in, dia nyapa dan akhirnya janjianlah kita buat ketemu dan bagi-bagi cerita.
Biasanya nih ya, kalau kita ketemu sama temen yang udah lama nggak ketemu, seringnya kita nggak tau harus mulai obrolan dari mana. Canggung, nggak bisa langsung ceplas-ceplos, dan banyak deh ke-kikuk-an lainnya. Tapi, dengan temenku yang satu ini, perasaan kayak gitu berasa sirna. Nggak ada tuh yang namanya canggung, apalagi sampe awkward silence. Begitu ketemu di depan pagar kosan aja langsung haha hihi.
Nah, kalian pernah nggak sih, jalan sama temen (entah yang udah lama ketemu maupun yang biasa ketemu sehari-hari), trus pas kamunya ngobrol malah dicuekin sama temenmu yang asik mainan hengpon atau gadget lainnya? Beuh, aku sering tuh ngalamin yang kayak gitu. Kadang nih ya, aku udah cerita panjang lebar eh taunya cuman direspon, "Gimana gimana? Aku nggak fokus nih hehe.." YAIYALAH GIMANA MAU FOKUS WONG FOKUSMU KE LAYAR GEJET! #SoriCapslockJebol #MakluminLagiEmosi
Kamu kamu yang sering ngalamin kejadian kayak gitu pastinya kesel banget dong. Gimana nggak kesel, kita udah mangap-mangap sampe berbusa eh taunya yang diajak ngomong malah nggak perhatiin muka kita, apalagi merhatiin cerita. Mata lawan bicara malah tertuju ke layar hengpon. Lama-lama hengpon dia ditaruh di jidat kita juga nih, biar kalau kita ngomong diperhatiin. Hih.
Subscribe to:
Posts (Atom)