Menunggu.
Menuliskannya saja sudah membuatku muak. Apalagi untuk mengalaminya. Rasanya, menunggu bukanlah kegiatan yang akan menjadi kegemaran setiap orang. Coba beritahu aku, siapa yang rela melewatkan waktunya demi menanti suatu hal, yang tak pasti pula?
Aku benci dengan apapun yang membuatku menunggu. Menunggu itu meresahkan, mengkhawatirkan, menggelisahkan. Banyak pikiran yang berkecamuk kala kita terdiam demi sebuah penantian. Apakah aku datang terlalu cepat? Apakah ada sesuatu hal yang terjadi padanya? Apakah dia tidak datang? Haruskah aku menunggu lebih lama lagi?
Pertanyaan-pertanyaan menyebalkan itu akan terus menggelayuti benak, hingga waktu yang tidak ditentukan. Hingga yang ditunggu tiba. Hingga semua jawaban tersedia. Kutegaskan sekali lagi, membunuh waktu dengan segala tanya yang menjengkelkan memang tidak mudah. Kurasa itulah yang membuat kita, aku, tidak suka menunggu.
Namun semenjak hadirmu dalam duniaku, segalanya berubah. Kau, alasanku menunggu, entah bagaimana mampu menyingkirkan ketidakpastian. Kau, dengan mudahnya, mampu meyakinkanku bahwa kau memang pantas untuk ditunggu, dengan waktu yang tidak ditentukan. Aku tak tahu sihir apa yang telah kau manterakan padaku, atau doa apa yang kau panjatkan setiap malam hingga membuatku mempercayaimu sebegini besarnya.
Kau memang hebat.
Mampu runtuhkan tingginya tembok yang kubangun.
Mampu bukakan pintu yang kuncinya kupendam dalam-dalam.
Mampu lewati lorong yang lampunya tak lagi dapat dinyalakan.
Aku tahu ini tak pernah mudah bagimu, begitupun aku. Tapi dengan kehebatanmu membuatku lupa waktu saat menunggu, aku bisa yakinkan diri bahwa kau memang pantas untuk ditunggu, walau tak pernah sedetikpun kau menyuruhku menunggu.
Menunggu.
Membacanya membuatku teringat kau. Tenang, kali ini dengan makna yang seratus delapan puluh derajat berbeda dari sebelumnya. Karena dalam penantianku kali ini, kau beri menunggu sebuah makna yang berarti.
Pasuruan, 1 Februari 2015.
Dari yang sedang menghitung detik.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
semoga dia pantas ditunggu yaaaa
ReplyDeletesemangaaattttt
Semoga, kak. Semoga perasaan ini nggak salah. Terima kasih sudah meluangkan waktu membaca, kak Ika. :))
DeleteJarang-jarang nemu surat puitis gini, hebat kak :)
ReplyDeleteJangan dipuji gitu nanti kepalanya gede xD tapi makasih yaa~ Kamu nulis ginian juga dong! :))
DeleteSelamat menunggu....hehehe...salam
ReplyDeleteHehe makasih yaa hehe
DeleteSomeone spesial atau somelike you atau someonelike me mbak, hehe, sipp, suka bacanya mbak
ReplyDeleteSomeone not-so-special (?) Hehe makasih yaa
DeleteSemoga dia layak untuk ditunggu
ReplyDeleteSemoga saja ya. :))
DeleteMenunggu menjadi indah dengan adanya rasa, seperti seorang suami yang menunggu istrinya melahirkan buah hatinya.
ReplyDeleteNah, kalau itu setuju!
Delete