Hai, kak Tiwi (maaf aku sok kenal, tapi apakah benar begitu panggilanmu?).
Aku dan kau memang sama-sama tidak saling kenal, kak. Tapi begitu aku membaca suratmu yang kau tujukan kepada Februari, entah mengapa rasanya aku tidak asing denganmu. Kata demi kata yang kau rangkai memang sederhana, namun indah dan mendatangkan candu untuk terus membacanya.
Sebelumnya, perkenankan aku mengenalkan diri. Kak Tiwi bisa panggil aku Nindy, kebetulan kita berdiam di kota yang sama, kak. Mungkin melalui surat yang kukirim lewat PosCinta, kita bisa menjalin silaturahmi dan bertukar ide mengenai dunia tulis menulis dengan lebih mudah mengingat kakak dan aku tinggal di satu kota (aku menimba ilmu di kota tempatmu tinggal, kak).
Oh ya kak, perihal Februari, kita punya kesamaan. Februari mengajarkanku hal-hal baru jauh lebih banyak dibanding bulan-bulan lain, yang notabene memiliki hari lebih lama. Walau Februari hanya sampai dua puluh delapan saja, tapi hingga dua puluh lima Februariku ini, aku justru sudah belajar banyak pengetahuan dan pengalaman baru yang tak bisa dibayar dengan uang. Bukankah kak Tiwi juga merasa seperti itu? Rupanya hal ini rahasia Tuhan yang lain, ya, kak.
Teruslah menulis, kak Tiwi. Maaf jika aku lancang mengirimimu surat seperti ini. Senang bisa menemukan orang dengan minat yang sama dari kota tempat tinggal yang sama pula.
Pasuruan, 25 Februari 2014.
Dari yang (merasa) punya beberapa kesamaan denganmu.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Thanks for stopping by. You seem nice. You are welcome to leave any comments here.