Assalamu'alaikum, papa.
Surat ini adalah surat pertama yang kutulis untuk papa. Juga surat pertama dari serangkaian surat-surat yang akan kutulis dalam #30HariMenulisSuratCinta oleh @PosCinta. Semoga papa tidak mengoreksi tulisanku, ya. Mengingat papa adalah seorang penulis yang menjadi inspirasiku menulis selama ini.
Papa, sudah sembilan belas tahun sekian hari aku menjadi anak gadismu. Semakin kuberanjak dewasa, rasanya kedekatan kita semakin merenggang, tak lagi seperti dahulu. Aku ingat, bagaimana papa selalu mengajakku pergi ke tempat baru, mengajakku ke toko buku dan membiarkanku memilih buku apapun yang kusuka, mengajakku ke tempat penuh misteri (karena kita menyukai hal-hal berbau misteri, tentunya), mengajakku ke pameran lukisan di gedung Balai Pemuda Surabaya, mengajakku ke sanggar budaya milik teman papa, mengajakku ke taman bermain, dan masih banyak lagi. Masihkah papa mengingatnya?
Sekarang, ketika usiaku sudah terbilang remaja, papa lebih suka menjagaku dari kejauhan. Papa sering sekali bertanya ke mana aku akan pergi, dengan siapa, pulang jam berapa. Bahkan tak jarang papa menawariku tumpangan menuju tempat yang sudah kutentukan bersama teman-temanku. Aku tidak pernah menolaknya, kecuali memang salah seorang teman sudah memberiku tumpangan menuju sana. Aku juga tidak pernah malu saat papa menemaniku ke mana saja, malahan aku merasa senang karena tidak banyak anak-anak di luar sana yang diperhatikan oleh papanya sedemikian rupa.
Kadang papa memang menjengkelkan. Melarangku ini-itu, menggodaku dengan kalimat-kalimat papa yang khas, namun memang seperti itulah karakteristik orang tua. Aku tahu mungkin papa mengkhawatirkanku, tidak menginginkan aku berbuat suatu hal yang menurut papa keliru, ingin menjagaku dari dunia yang kejam. Tapi papa, bolehkan aku sedikit saja mencoba hal-hal yang menurutku benar. Aku sudah se-dewasa ini, tentunya aku bisa menentukan mana yang benar dan yang tidak, iya kan, pa?
Walau papa seringkali berusaha menyembunyikan bentuk perhatian papa dariku, aku selalu berhasil mengetahuinya, pa. Ketika aku sedang berada jauh dari papa dan sedang tidak sehat, mama selalu menelpon dan menanyakan sudahkah aku meminum obat? Sudahkah aku makan? Mama juga selalu mengingatkan untuk aku menjaga kesehatanku karena tidak akan ada yang bisa merawatku ketika sakit di perantauan. Namun aku tahu, di balik semua itu, papa kan yang mengingatkan mama agar segera menghubungiku, bukan begitu, pa? Anakmu ini tahu, perhatian papa tidak bisa segamblang mama.
Selain memberiku inspirasi menulis, pengetahuan dan selera musikku juga banyak dipengaruhi papa. Sejak aku kecil, papa selalu memutarkanku lagu-lagu dari The Beatles, Rolling Stones, Deep Purple, Ella Fitzgerald, Selena Jones, dan masih banyak musisi lainnya. Tidak hanya lagu-lagu dari musisi tersebut, papa juga mengenalkanku dengan lagu-lagu beraliran Jazz, Country, Rock n Roll, juga Pop. Berkat papa, kini wawasan musikku bertambah (memang lebih ke lagu-lagu jadul, sih). Selera musikku juga tidak jauh dari apa yang sudah kudengar selama ini. Aku tumbuh dengan kebanyakan lagu-lagu yang dibawakan oleh musisi mancanegara legendaris.
Aku juga beruntung karena papa memiliki banyak barang-barang keren. Papa punya sepatu boots dengan merek ternama yang untuk saat ini belum bisa kujangkau jika aku membelinya dengan uang milikku sendiri. Namun papa tahu apa yang kuinginkan. Papa rela mencuci kembali sepatu boots milik papa agar aku dapat memakainya. Yah, walaupun aku harus kecewa karena sepatu itu sedikit kebesaran di kakiku.
Papa, papa memang sudah tidak lagi semuda dulu. Maaf bila selama ini aku sering mengecewakanmu, membuatmu marah, dan belum bisa membanggakanmu. Terima kasih karena telah menjadi papaku yang memberiku banyak sekali hal yang mungkin tidak dapat kujabarkan satu persatu di surat ini. Terima kasih karena mendidikku dengan baik. Terima kasih karena masih memberiku perhatian-perhatian di usiaku saat ini. Kumohon tunggulah saat di mana aku akan berdiri tegak dengan kesuksesanku dan memberimu sesuatu untuk dibanggakan. Kumohon jagalah kesehatanmu, agar papa bisa melihatku bahagia dengan pasanganku suatu hari nanti di pelaminan. Berhentilah merokok, papa. Bukan maksudku ingin menjadi anak yang durhaka dengan sering menyembunyikan rokokmu, aku hanya tidak ingin papa sakit-sakitan. Aku ingin papa tetap sehat dan menemani cucu-cucu papa bermain di waktu yang akan datang.
Pasuruan, 1 Februari 2013.
Dari anak gadismu yang menyayangimu.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Kerennnn..
ReplyDeleteBikin terharu:'(
Terima kasih, Gita. :)
Delete