Assalamu'alaikum, wanita hebat yang selalu ada untukku.
Mama, begitu aku memanggilmu. Mungkin kata itu pula yang keluar pertama kali dari mulutku saat aku mulai bisa berucap. Tapi surat ini bukan perkara bagaimana aku memanggilmu, ma, atau mengapa aku memanggilmu mama, bukannya ibu, bunda, atau bahkan
mommy.
Ma, aku bangga memiliki mama yang super tangguh sepertimu. Di usia papa yang sudah tidak memungkinkan untuk bekerja lagi, kaulah yang selama ini membiayaiku dan adik sekolah, memberiku uang jajan, membelikanku ini dan itu, sekaligus masih menjadi mama yang menangani segala keperluan rumah. Aku tahu itu tidak mudah bagimu, ma, karena mama pasti lelah sekali menanggung semuanya sendiri. Belum lagi ketika ada keperluan kuliah yang mendadak, yang mengharuskanku meminta lagi pada mama. Sebenarnya ma, hati ini tidak pernah tega mengatakan kalimat demi kalimat penuh permintaan kepadamu. Aku tidak ingin selalu mengandalkan mama, aku ingin mama yang mengandalkanku.
Dahulu, saat pikiranku tak sestabil ini, aku sering sekali
ngambek saat mama tidak memberikan apa yang kuingin. Mama memang selalu mengajarkanku untuk berusaha dengan kemampuanku sendiri demi mendapat apa yang kumau. Mana pernah mama langsung mengiyakan ketika aku menginginkan sesuatu? Seperti saat aku menginginkan kamera yang kuidam-idamkan sejak lama, alih-alih membelikan, mama malah berkata, "Iya nanti mama belikan, kalau kamu
ranking satu." Dan benar saja, aku harus berusaha keras untuk mendapatkan kamera yang kini kumiliki. Tapi apa yang selalu mama ajarkan padaku selama ini membawa dampak positif padaku, ma. Aku jadi tidak meremehkan sekecil apapun usaha. Aku jadi selalu termotivasi untuk tetap terus berusaha lebih dan lebih demi mendapatkan sesuatu, bukannya santai-santai dan tinggal tunjuk.
Tetapi, kini dengan semakin bertambahnya usia, aku menyadari, bahwa
ngambek ketika keinginanku tidak terpenuhi saat itu juga adalah hal konyol yang kekanak-kanakan. Sekarang, untuk meminta sesuatu pada mama, aku berpikir seribu kali. Aku akan berusaha mendapatkan sesuatu dengan usahaku sendiri. Dengan uangku sendiri. Aku tidak setega itu untuk meminta terus-menerus pada mama. Masih banyak hal lain yang membutuhkan dana tidak sedikit untuk mama tangani. Aku sadar itu, ma. Maka dari itu, aku tidak berani memberitahu mama tentang biaya
study excursie. Aku ingin berusaha dahulu.
Mama tidak mengenal kata
capek. Selepas kerja, mama bukannya beristirahat tapi malah membuatkanku makan siang. Saat mama terlelap, aku sering memerhatikan raut muka mama. Raut muka lelah, yang tak lagi sesegar dulu, yang tak lagi muda, yang kini mulai dihiasi keriput kecil. Bagaimana bisa aku tidak meneteskan air mata melihat wajah kelelahan itu? Bagaimana bisa aku tidak memikirkan beban yang mama pikirkan? Seperti mama yang selalu ada saat aku sedang dalam keadaan apapun, aku berjanji juga akan selalu ada saat mama membutuhkanku untuk sekadar berbagi lelah.
Tidak ada sahabat terbaik di dunia selain mama. Siapa yang akan kutelepon pertama kali ketika aku membutuhkan seseorang untuk meluapkan rasa sesak dalam dada jika bukan mama? Siapa yang akan meneleponku pertama kali ketika aku tak segera pulang padahal hari sudah malam jika bukan mama? Siapa yang akan mengingatkanku pertama kali untuk tidak terlambat makan dan minum obat saat aku sedang sakit jika bukan mama? Di kota orang, aku tidak bisa mendapatkan perhatian mama sebanyak jika aku sedang berada di rumah. Itulah mengapa aku selalu ingin pulang ke rumah saat akhir pekan tiba, ma.
Ma, mama selalu menyebutku gadis
tomboy. Sekali waktu ketika aku minta dibelikan
lipstick padamu, mama bilang, "Duh, kamu kalau pake
lipstick ntar kayak banci, mbak." Tentu saja aku merengut, namun kemudian kita tertawa bersama di depan mbak
sales promotion girl yang memandangiku dengan senyum lebar. Pernah juga saat aku merajuk minta dibelikan rok, mama malah berkata, "Percuma, nanti nggak kamu pake." Hahaha, mungkin memang benar sih, ma, tapi kan aku juga ingin seperti gadis-gadis lain di luar sana yang tampil anggun dengan memakai rok.
Ma, anak perempuanmu yang manja ini sekarang sedang dalam proses menuju dewasa. Mungkin aku belum sedewasa wanita-wanita lain di luar sana, tapi sedang kuusahakan supaya aku tidak lagi manja dan cengeng. Aku senang ketika aku bercerita betapa menyebalkannya hariku pada mama melalui telepon, mama berkata, "Nggak apa-apa, mbak. Ini kamu lagi diuji sama Allah, bisa nggak kamu nyelesein masalah kayak gini. Kamu kan calon pemimpin. Tapi kamu sudah lumayan berubah lho, mbak. Dulu dikit-dikit nangis, sekarang sudah lebih tegar." Berarti aku sudah bukanlah gadis kecil mama yang cengeng lagi ya, ma? :")
Ketegaranku kupelajari darimu, ma. Mama selalu tabah dan tegar menghadapi segala rupa masalah. Dari luar, mungkin mama mengira aku tidak peduli,
cuek, dengan apa yang sedang mama alami. Tapi sejujurnya ma, aku sedang berusaha mencari solusi terbaik untuk meringankan beban mama. Aku bersedia menjadi tempat mama membagi beban hidup, apapun itu. Apalah gunanya mama melahirkan anak perempuan jika tidak dapat membantumu, ma.
Memilikimu sebagai mamaku membuatku merasa menjadi anak paling beruntung sedunia, ma. Bagaimana tidak, apapun cerita dan permasalahanku, mama selalu sedia menjadi sosok pendengar yang baik. Aku tidak segan menceritakan apa saja yang ingin kuceritakan, termasuk siapa lelaki yang sedang kusuka saat ini, apa yang terjadi dalam dunia perkuliahanku, bahkan selain mendengarkan cerita-ceritaku yang tidak penting, mama juga menemaniku nonton konser band favorit dan ikut menyanyi seolah-olah mama juga penggemarnya. Hal menyenangkan lainnya adalah mama juga memiliki selera
fashion yang menarik, sehingga banyak baju-baju keren mama ketika muda yang dapat kupakai kembali di masa kini. Aku memang beruntung punya mama seperti mama.
Mama, kau memang seorang
wonder woman dalam arti yang sesungguhnya. Alhamdulillah, Allah memberi seorang malaikat seperti mama dalam kehidupanku. Terima kasih telah membiarkanku berada dalam perut mama selama sembilan bulan. Terima kasih telah memberiku asupan gizi terbaik. Terima kasih telah mendidikku dengan baik. Terima kasih telah menjadi sahabat pertama yang tidak pernah menghilang. Terima kasih untuk segala doa yang tak pernah putus kau panjatkan padaNya. Terima kasih karena menjadi mamaku, mama yang cantik dan baik. Jagalah kesehatan, jangan mama sakit-sakitan lagi. Mama jangan capek-capek, istirahatlah secukupnya. Makanlah yang teratur, ma. Maaf karena aku masih sering membuat mama marah dan menangis. Maaf karena belum bisa menjadi anak yang patut dibanggakan. Tunggulah saat ketika impian dan cita-citaku terwujud, sehingga suatu hari nanti mama dapat melihatku tumbuh menjadi seorang wanita sukses dan bisa kau banggakan.
Pasuruan, 6 Februari 2014.
Dari anak sulungmu yang menyayangimu melebihi apapun.